Masih Tentang Si Anjing
setelah lukanya diobati, apa yang dilakukan si anjing? baginya menunggu ekornya sudah sangat menyiksa, terdiam memikirkan lukanya sudah sangat menyita waktu. meskipun ia tahu lukanya belum sembuh benar, apa yang lebih penting dibanding rasa senang yang akan dia dapatkan setelah berhasil menangkap ekornya nanti.
tidak, tidak bisa langsung ia gigit ekornya karena semua butuh proses, kita tau tidak ada yang instan dibumi ini.. anjing itu harus tidur yang cukup, makan yang banyak, menyiapkan badan dan tenaga untuk kemudian berputar dengan cara yang sama seperti biasanya. terus berputar lalu happ dia dapat..
jika kau tanya senang? tentu senang..
jika kau tanya puas? tentu puas, setelah sekian lama...
jika kau tanya rasa yang lain? tidak ada, ini sudah cukup untuknya
tetapii
ada rasa lain, ada rasa yang berusaha ia tutupi, ada rasa yang ia coba hilangkan. namun bagaimana bisa, sebesar apapun usahanya rasa itulah yang sebenarnya paling dominan. iyaa rasa sakit, rasa sakit yang datang bersamaan dengan rasa senang saat ini, sungguh menganggu dan kembali menyerangnya.
tidak tidakk, haruskahh ia lepas lagi ekornyaa..
untuk kesekian kali, ia berusaha membela egonya dengan mengingat usaha yang susah payah ia lakukan untuk mendapatkan kesenangan ini, haruskah ia lepaskann??
rasa sakit bisa diobati kok, sanggah dirinya.
hingga akhirnya ia terdiam, menyelami pikirannya sendiri, gigitan di ekornya mulai mengendur, tetapi tidak lepas. tentu mana mau anjing itu kehilangan apa yang sudah ia dapat. ia hanya memberi kesempatan bagi sang waktu untuk menjawab semuanya. lalu apa yang ia dapatkan? waktu memberinya kesempatan untuk mengingat kembali mengenai alasan ekor itu ada, mengingat kembali mengapa tiba-tiba ia sangat menyukai ekornya itu, mengingat kembali langkah pertamanya mengejar ekornya, mengingat kembali perasaan senang itu, mengingat kembali masa ketika ia menunggu, dan berakhir pada ingatan dimana rasa sakit yang kembali ia rasakan. semua ingatan itu berputar-putar dikepalanya, hingga ia pun menyimpulkan bahwa cerita ini akan terus berakhir dengan rasa sakit.
ia tatap ekornya, ia amati. ia tidak ingin ekornya sakit, ia tidak mau kehilangan ekornya. lalu apa yang harus ia lakukan??? tentu ia harus menenggelamkan egonya, toh ekor itu tidak akan kemana-mana bukan. ekor itu akan selalu dibelakangnya, menemani si anjing meski tidak disampingnya. iyaa itu adalah jawabannya tetapi apakah ia akan mendapatkan kesenangan lain? bagaimana jika ia rindu dengan ekornya lagi? dan kapan jawaban harus ia lakukan?? sekarang? apakahh benar-benar harus sekarang? ia baru mendapatkannya lagi setelah sekian lama menunggu..
aku sebagai penulis pun ingin sekali mengatakan pada anjing itu, apa kamu tau perasaan si ekor? apakah kamu pikir ekor itu senang melihatmu mengejarnya? ketika ia terluka kau tau apa yang ada dibenaknya?
jawabannya ia tidak merasakan apapun sama sekali, layaknya benda mati yang coba kau hidupkan dalam imajinasimu, senang/sedih/sakit yang kau khawatirkan untuknya itu sama sekali tak berarti. sama seperti apa yang kamu lakukan padanya, mengejarnya? jika ia senang maka ia akan merasa senang karena bisa melihat hal bodoh yang kamu lakukan, itu menghiburnya tentu saja.. namun juga terasa begitu membosankan disaat yang sama. lalu ketika ia terluka. sakit tentu saja sakit tapi ia tak memiliki rasa apapun kamu ingat? rasa sakit itu hanya kamu yang merasakan. rasa senang itu hanya kamu yang merasakan. nyatanya semua ini hanya tentang mu. kau anjing yang terlalu banyak berimajinasi.
Komentar
Posting Komentar