Seperti Anjing yang Mengejar Ekornya
Pernahkah kau sekali melihat seekor anjing yang mengejar ekornya, terlihat aneh dan buang-buang waktu bagimu atau mungkin terlihat lucu hingga kau biarkan anjing itu. tapi taukah kau perasaan anjing itu? taukah kau alasan dibaliknya? tapi buat apa kita mengerti dirinya, bukan urusan kita. bukan pula seperti ada pengaruhnya untuk kita.
apa manusia memang seperti itu? tidak peduli tapi mau dimengerti. tidak ingin membantu tapi ingin dikasihani? apa manusia memang seperti itu? berusaha pergi tapi akhirnya melihat kebelakang lagi.
banyak hal memang yang hanya perlu kita amati tanpa harus dimengerti, tapi banyak juga hal yang harus dimengerti agar bisa kita maknai.
mungkin anjing itu bosan, mungkin anjing itu memang menyukai ekornya, atau mungkin baginya ekor itu menganggu. banyak kemungkinan yang terjadi, tapi tiap kemungkinan itu berbeda bukan bagi setiap anjing.
tapi kali ini akan aku ceritakan seekor anjing yang dulu pernah mengejar ekornya, alasannya? tentu karena ia menyukainya. ia menyukai ekornya sangatt, namun ekor tersebut jauh dari jangkauannya. bagaimana tidak, ekor itu ada dibelakangnya, dekat tapi tidak bisa dijangkau jika ia tidak berusaha mengejarnya. ia ingin terus melihat ekor nya, ia ingin terus bisa memandanginya. hingga suatu hari ia putuskan untuk mengejarnya, berputar - putar tanpa ia rasakan bagaimana pusingnya ia terus berputar dengan perasaan senang yang menggebu tanpa memikirkan sekelilingnya tempat ia berputar, bisa saja kan ada batu didepan atau mungkin sebuah pohon yang bisa melukainya.
tapi ia tidak peduli, hanya perlu terus berputar. hal yang mudah bukan?
hari ini ia terus berputar meski belum mendapatkan ekornya, tidak apa-apa. setidaknya ia telah memangkas jarak sehingga bisa merasa lebih dekat dengan ekornya. meski lelah namun saat ini ia bisa tidur dengan nyenyaknya, sambil memikirkan besok harus berputar lagi dengan lebih baik tentunya.
keesokan harinya, ia berputar lagi dan lagi hingga ia mendapatkan ekornya. tidak mau kehilangannya, tentu saja maka ia gigit sekuat tenaga agar tidak lagi lepas dari jangkauannya. namun apa yang ia dapat, rasa sakit yang amat sangat hingga melukai bukan cuma dirinya namun juga hatinya. mengapa bisa sesakit ini? ia bertanya dalam hati. namun bodohnya meski sakit, ia tidak langsung melepaskan gigitannya karena ia tahu bagaimana lelahnya ia berputar. ia pandangi ekor itu yang masih bertengger di mulutnya, indah tetap indah, senang iyaa dia sangat senang. hingga lama kelamaan ia pikir rasa sakit itu mulai sirna, tetesan darahpun tak memiliki arti apapun.
waktu terus berjalan, masih ia pertahankan ekor itu, tapi lama kelamaan ia berpikir. bagaimana jika ia melukai ekornya, bagaimana jika ekornya terluka sehingga ia tidak boleh untuk menggigitnya lagi, tidak tidakk ia tidak mau itu terjadi. akhirnya secara perlahan, ia lepaskan ekornya. darah menetes dari ekornya, tak apaa. ia hanya perlu meminta orang lain mengobatinya maka akan sembuh dan ia bisa mengerjarnya lagi nanti.
Komentar
Posting Komentar